Sunday, February 24, 2013

Konferensi Malino

Dalam kerangka SEAC (South East Asia command) setelah Perang Dunia II, sekutu menyerahkan kembali wilayah Indonesia timur kepada Belanda pada tanggal 15 Juli 1946. Dengan demikian pemerintah Belanda dalam hal ini organisasi Netherlands Indie Civil Administration (NICA) mendapatkan kembali wilayah Indonesia timur secara de jure dan de facto. Segera setelah penyerahan ini, pemerintahan NICA dipimpin oleh Letnan Gubernur Jendral Van Mook menyelenggarakan Konferensi Malino pada tanggal 15 Juli - 25 Juli 1946 [1] di Kota kecil Malino, Sulawesi Selatan. Konferensi ini dihadiri oleh 39 orang dari 15 daerah dari Kalimantan (Borneo) dan Timur Besar (De Groote Oost) dengan tujuan membahas rencana pembentukan negara-negara bagian yang berbentuk federasi di Indonesia serta rencana pembentukan negara yang meliputi daerah-daerah di Indonesia bagian Timur. Dalam konferensi yang dipimpin Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van Mook tersebut dibentuk Komisariat Umum Pemerintah (Algemeene Regeerings commissaris) untuk Kalimantan dan Timur Besar yang dikepalai Dr. W. Hoven. Diangkat pula menjadi anggota luar biasa Dewan Kepala-kepala Departemen (Raad van Departement shooden) untuk urusan kenegaraan adalah Sukawati (Bali), Najamuddin (Sulawesi Selatan), Dengah (Minahasa), Tahya (Maluku Selatan), Dr. Liem Tjae Le (Bangka, Belitung, Riau), Ibrahim Sedar (Kalimantan Selatan) dan Oeray Saleh (Kalimantan Barat), yang disebut pula "Komisi Tujuh". Peraturan pembentukan negara-negara bagian diputuskan dalam konferensi berikutnya di Denpasar, Bali. Sebelum itu akan dilangsungkan konferensi dengan wakil golongan minoritas di Pangkal Pinang, Pulau Bangka. Foto: Konferensi Malino. Sumber: Wikipedia