Friday, April 28, 2006

Muhammad Hoesni Thamrin


MUHAMMAD HUSNI THAMRIN
Muhammad Hoesni Thamrin adalah sosok tokoh pergerakan politik periode menjelang perang dunia ke II (tahun 40-an). Saat itu tidak bisa dibandingkan dengan tahun 20-an atau 30-an dimana unsur radikalisme masih menjadi cirri. Sebagimana diketahui sejak berahirnya kekuasaan Gubernur Jenderal van Limburg Stirum (1916-1921), maka berahirlah kebebasan politik bagi partai-partai radikal. Pengganti van Limburg Stirum, Foch (1921-1926) dan dan de Graeff (!926-1931). Lebih-lebih de Jonge (1931-1936) adalah pimpinan pemerintahan Hindia Belanda bertangan besi. Tidak heran kalau PKI (1926), kemudian PNI dibubarkan pada tahun 1931 dan Pendidikan Nasional Indonesia pada tahun 1934 praktis juga bubar. Banyak tokohnya yang ditangkap lalu sebagian dibuang kepengasingan seperti Digul, Flores, Banda dan tempat lainnya. Maka sejak tahun 1934 gerakan anti kolonialisme radikal yang dasarnya non koperasi benar-benar sudah padam. Menyambung keterangan tentang Thamrin, pada tahun 1935 partai-partai non radikal atau moderat seperti Partai Bangsa Indonesia (PBI) dan Budi Utomo berfusi menjadi PARINDRA (Partai Indonesia Raya) dengan tujuan pada ahirnya kemerdekaan juga tapi bekerja sama dengan Belanda (sering disebut partai Co). Partai-partai ini sifatnya sekuler non Islam. Beberapa pemimpinnya memandang Jepang sebagai model perjuangan baru. Husni Thamrin adalah salah seorang pimpinan PARINDRA. Pengganti PNI, PARTINDO juga bubar pada tahun 1937. Sebagai gantinya didirikan GERINDO. Dalam GERINDO aktif para pemuda ex partai radikal, seperti Yamin dan Amir Sjarifudin. Meskipun tujuan GERINDO adalah parlemen penuh bagi Indonesia, tapi tetap berciri kerja sama dengan Belanda. Tahun 1939 berdiri GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang tujuannya juga pembentukan parlemen penuh Indonesia. Tetapi Belanda yang kaku tidak bisa mengikuti perkembangan dunia dan tetap tidak menyadari bahwa kaum Co juga bertujuan baik. Ketika Perang Dunia ke II sudah diambang pintu, pemerintah Hindia Belanda melakukan penangkapan terhadap orang-orang yang dicurigai bekerja sama dengan Jepang. Diantaranya adalah Dowes dekker dan Husni Thamrin. Thamrin meninggal dalam tahanan rumah hari Sabtu tanggal 11 Januari 941. Dari keterangan diatas nampak bahwa Husni Thamrin adalah tokoh pergerakan anti kolonialisme yang mengawali semangat perjuangan Revolusi Kemerdekaan 1945-1949. Tidak salah seperti perkataan Hary Poeze dalam bukunya Bob Hearing “Mohammad Husni Thamrin” mengatakan (hal 396) : Segala hal yang tidak benar tersebut membuat orang berasumsi bahwa Revolusi Indonesia 1945 merupakan ledakan tak terduga, disiapkan terutama dengan dukungan aspirasi Jepang. Ia memandang bibit revolusi dan akarnya telah mulai muncul jauh sebelum 1942, sejak permulaan 1940-an.

1 comment:

DCAja said...

keren abis!
by inklusi